Kamis, 01 November 2012

Makalah Tasawuf


PERANAN TASAWUF DALAM KEBAHAGIAAN MANUSIA
Oleh KH. Dr. M. Dhiyauddin K. Azhmatkhan

I.             PENDAHULUAN
Tiada yang dicari oleh manusia bahkan semua makhluk kecuali KEBAHAGIAAN, kebahagiaan itulah tujuan dari segala tujuan, tujuan yang tidak punya tujuan lagi, dengan kata lain tujuan yang terakhir.
Orang sekolah atau kuliah tujuannya adalah untuk mendapat ilmu dan ijazah, setelah ilmu dan ijazah diperoleh tidak lagi menjadi tujuan, ada tujuan berikutnya yaitu untuk mendapat pekerjaan atau karir, setelah pekerjaan dan karir didapat tidak lagi menjadi tujuan, ada tujuan berikutnya yaitu membangun rumah tangga, setelah rumahtangga dicapai pasti masih ada tujuan berikutnya yaitu kebahagiaan. Kebahagiaanlah tujuan yang terakhir, atau final.
Dalam al-Qur’an kebahagiaan disebut al-Falah, orangnya disebut muflih jamaknya muflihun. Setiap harisekurang-kurangnya 5 kali dalam 24 jam kita selalu mendengar seruan “hayya ‘alasholaah, hayya ‘alalfalaah”,  itu artinya kebahagiaanlah harus kita capai baik dalam kehidupan dunia maupun di akhirat sesuai dengan do’a yang selalu kita panjatkan “Robbana atina fi dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban nar”.

II. NIKMAT DAN KEBAHAGIAAN
Kebahagiaan bukan hanya sesuatu yang ingin dicapai oleh manusia tapi juga alasan dan tujuan untuk apa Allah menciptakan manusia dan alam ini. Karena itu agar manusia bisa meraih kebahagiaan maka Allah telah memberi kepada manusia nikmat sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan.
Setelah hidup sebagai nikmat ushul,  maka ada 4 nikmat furu’ yang diberikan Allah Swt. sebagai pelengkapnya yaitu :
1.                 Rizqi (Q.S. 11 : 6)
2.                 Pasangan/jodoh (Q.S. 30 : 21)
3.                 Ilmu (Q.S 58 : 11)
4.                 Agama (Q.S 5 : 3)
Dengan rizqi manusia diharapkan terpenuhi kebutuhan fisiknya, dengan pasangan/jodoh diharapkan terpenuhi kebutuhan psikologisnya yaitu love and understanding, dengan ilmu diharapkan terpenuhi kebutuhan intelektualnya dan dengan agama terpenuhi kebutuhan spiritualnya yaitu dekat dengan Tuhan. Dengan 4 macam nikmat tersebut manusia mestinya terpenuhi kebutuhan lahir dan bathinnya, sehingga diharapkan manusia bisa BAHAGIA, sesuai dengan salah satu definisi bahagia adalah ‘terpenuhinya harapan’ dan harapan manusia adalah terpenuhi kebutuhannya baik fisik, psikologis, intelektual dan spiritual.

II.     REALITAS YANG PARADOKS
Memang seharusnya dengan 4 macam nikmat tersebut manusia mestinya mencapai kebahagiaan, tetapi dalam kenyataan terjadi paradoks. Buktinya banyak manusia yang diberi rizqi yang melimpah tapi tidak bahagia, banyak orang yang menikah tapi tidak bahagia, banyak orang yang berpengetahuan, akademisi tapi tidak bahagia, juga.. dan ini yang paling aneh bin ajaib orang yang beragama tapi tidak bahagia. Itu semua menunjukan bahwa kebahagiaan tidak identik dengan harta,keluarga, ilmu dan agama, melainkan hanya sekedar sarana.
Kenapa semua paradoks bisa terjadi? Satu penyebabnya karena manusia tidak berhati suci atau qolbun salim yaitu hati yang bersih dari ghoflah, riya’, dengki dan sombong. Hati yang tidak salim adalah hati yang sakit, hati yang sakit tidak akan merasakan kedamaian dan manusia yang tidak menemukan kedamaian dalam hatinya tidak akan menemukan kebahagian dimanapun dia berada.

IV. TASHAWUF ADALAH KENISCAYAAN
Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an, kebahagiaan atau al-Falah adalah buah taqwa, (Q.S. 5 : 100) sedangkan taqwa adalah buah ibadah “Wahai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang bertaqwa” (Q.S.  2 :21). Jadi menurut ayat ini dengan ibadah khususnya ibadah mahdhoh maka manusia akan mencapai qolbun salimQolbun salim itulah hatinya orang bertaqwa, karena itu orang bertaqwa dalam al-Qur’an disebut sebagai orang yang ‘muflih’, “ulaaika ‘alahuda mirrobihim wa ulaaika humul muflihun” (Q.S. 2 : 5).
Dengan sholat hati manusia mestinya bebas dari ghoflah, dengan puasa mestinya bebas dari riya’, dengan zakat mestinya bebas dari dengki dan dengan haji mestinya manusia bebas dari sombong. Tapi apa yang terjadi? Banyak orang yang sholat, puasa, zakat, haji tapi hatinya tetap saja ghoflah, riya, dengki dan sombong dengan kata lain tidak bisa meraih qolbun salim dan menjadi orang bertaqwa. Kenapa demikian? Itu semua karena hati manusia masih dikuasai oleh hawa nafsu dan keakuan, sedangkan untuk bisa mengendalikan hawa nafsu tidak cukup hanya melalui pengamalan syari’at semata, diperlukan mujahadah dan riyadhoh atau disiplin berthoriqot (Q.S. 72 : 16) Sedangkan untuk berthoriqot diperlukan pemahaman dan penghayatan ilmu tashawuf yang benar, sebagaimana  yang diajarkan oleh Rosulallah Saw. Dan para pewaris beliau yaitu para sahabat dan segenap para wali-wali Allah Swt. Jadi agar manusia itu bahagia haruslah memiliki qolbun salim, untuk mencapai qolbun salim diperlukan tazkiyatun nafs dan tathirul qulub melalui disiplin thoriqot, dan  untuk itu diperlukan landasan ilmu tashawuf yang benar.

V. SUFI DAN KELEZATAN SPIRITUAL
Siapakah orang sufi yang sejati? Orang sufi ialah orang yang sangat amat mencintai Allah tanpa syarat tanpa batas (Q.S. 2 : 165),sedang cintanya pada yang lain hanyalah merupakan ekspresi cintanya kepada Allah. Untuk memiliki cinta yang sejati itu manusia harus bisa melepaskan keakuannya. Dengan cinta inilah manusia akan merasakan kelezatan spiritual dan hanya dengan kelezatan spiritual manusia akan menikmati kebahagiaan yang hakiki.
Ada 4 tingkatan kelezatan :
1.     Kelezatan inderawi, al ; makanan, minuman dan seks yang bisa dinikmati semua manusia dan semua hewan.
2.     Kelezatan psikologis, al ; kekayaan, kekuasaan, kemasyhuranyang bisa dinikmati semua manusia dan sebagian hewan.
3.     Kelezatan intelektual, al ; ilmu pengetahuan, filsafat dan seni yang bisa dinikmati semua manusia tanpa hewan.
4.     Kelezatan spiritual, al ; iman dan taqwa yang hanya bisa dinikmati sebagian kecil manusia khususnya orang sufi.
Dengan cinta orang sufi akan merasakan kebahagiaan saat berjumpa dengan Allah Swt. Karena hanya dengan cinta perjumpaan akan dirasakan kebahagiaannya.
Dengan cinta orang sufi akan merasakan kebahagiaan saat sakaratul maut karena baginya kematian adalah gerbang perjumpaan dengan Sang Kekasih. Sedangkan bagi orang yang hubbu dunya kematian adalah penderitaan karena dipaksa berpisah dengan yang dicintai.
Dengan cinta pula orang sufi akan merasakan kebahagiaan dalam kehidupan di dunia saat berjuang dan lebih-lebih saat menerima hasil. Hanya dengan cinta maka berjuang bukan lagi kewajiban yang memberatkan tapi keasyikan yang menggairahkan.Dengan cinta pula maka hasil kerja setiap perjuangan akan dirasakan kemanisannya meskipun jika ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Itu semua Karena orang sufi adalah orang yang selalu merasakan kelezatan spiritual dalam setiap peristiwa dan kejadian sebagai buah cintanya kepada Allah Swt.

VI. KEBAHAGIAAN DALAM KEHARMONISAN
Secara fundamental manusia selalu memiliki 4 relasi yang niscaya, yaitu dengan Tuhan, diri sendiri, manusia dan alam,  kebahagiaan akan dirasakan jika ada keharmonisan dalam relasi manusia dengan  semua itu. Sedangkan keharmonisan hanya akan bisa dialami jika ada cinta kepada Allah Swt.
Parameter keharmonisan relasi manusia;
1.   Dengan Tuhan adalah syukur dalam segala waktu dan keadaan. Inilah hikmahnya sholat;
2.        Dengan diri sendiri adalah sabar dalam menahan nafsu inilah hikmahnya puasa;
3.        Dengan manusia adalah ridlo dengan kebahagiaan orang lain, inilah hikmahnya zakat;
4.     Dengan alam dunia adalah tawakkal mendasari ikhtiar, dengan akhirat adalah berserah diri pada Allah mendasari amal sholeh, inilah hikmahnya haji.

Dengan syukur pada Allah, sabar atas diri sendiri, ridlo atas kebahagiaan manusia, dan tawakkal dan berserah diri dalam menjalani kehidupan di dunia dan akherat maka manusia akan mengalami keharmonisan dalam semua aspek kehidupan, dan karenanya manusia akan merasakan kebahagiaan. Itulahhakekatnya syariat islam yang untuk mencapainya manusia tidak cukup hanya menempuh jalan thoriqot tapi harus sampai hakikat, sehingga manusia bebas dari rasa takut dan rasa sedih, “la khoufun ‘alaihim walahum yahzanun”(SQ 10: 62,63,64). Dan inilah kehidupan batin para wali-wali Allah.

VII. MENJADI SANG BAHAGIA
Bagi orang yang mencapai ma’rifat, yaitu orang yang telah  mencapai tauhid yang sejati maka dengan syukur yang merupakan intisari sholat, mereka akan menyatu dengan nur hayatullah. Dengan   sabar yang adalah intisari puasa mereka akan menyatu dengan nur ilmuLLah. Dengan ridho sebagai inti zakat mereka akan menyatu dengan nur irodatuLLahdan  dengan tawakal serta taslim yang menjadi intisari haji, mereka akan menyatu dengan nur QudrotuLLah.Akhirnya dengan itu semua orangyang telah mencapai ma’rifat tidak hanya sebatas menikmati kebahagiaan dalam keharmonisan,bahkan menjadi Sang Bahagia itu sendiri, dengan kata lain tidak hanya bisa menikmati madu tapi bahkan menjadi madu itu sendiri. Inilah cita-cita para sufi dan tasawuf.Sampai disini kemampuan bahasa, cep tan keno kinecap. Wallahu a’lam bishowab.

VIII. KESIMPULAN
            Semua manusia mendambakan kebahagiaan sebagai tujuan yang harus dicapai dalam hidupnya. Kebahagiaan hanya bisa dicapai jika manusia memiliki qolbun salim yaitu hati yang bebas dari ghoflah, riya’, dengki, dan sombong. Ciri lain qolbun salim adalah hati yang dipenuhi cinta pada Allah Swt. tanpa syarat tanpa batas. Dengan cinta pada Allah Swt. tanpa syarat tanpa batas, manusia akan merasakan kelezatan spiritual dan kebahagiaan dalam keharmonisan. Dan Bahkan lebih dari itu dengan tercapainya ma’rifat dan tauhid akhirnya manusia akan menjadi sang bahagia itu sendiri. Untuk mencapai itu semua, manusia hidup harus bertashawuf. Jika tidak nonsen!!!

REFERENSI
1.                 Al-Quranul karim, 2. AL-Hikmah
(Makalah disampaikan: dalam seminar tasawuf pada tanggal 11 Maret 2012 di Aula Masjid Sabilillah, Malang, Jatim)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar